POLDA MALUKU - Setelah penandatanganan MoU terkait penanganan orang asing, Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM provinsi Maluku bersama Direktorat Intelkam Polda Maluku melakukan pendataan dan pengawasan warga negara asing (WNA) di kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara.
Dari hasil pengawasan sejak Selasa-Rabu (24-25/9/2024), terdata sebanyak 19 orang WNA yang berasal dari Negara Thailand dan Myanmar. Mereka merupakan mantan ABK Kapal Thailand.
Tim gabungan yang melakukan pendataan dan pengawasan orang asing dipimpin oleh Kepala Bidang Intelijen, Divisi Intelijen Kanwil Kemenkumham, Suyitno.
"Dalam kegiatan tersebut berhasil didata sebanyak 19 orang WNA asal Thailand dan Myanmar eks crew kapal asing yang tinggal di Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara," kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Areis Aminnulla, S.Ik, Jumat (27/9/2024).
Selain melakukan pendataan, tim gabungan juga melakukan tatap muka dengan para WNA. Tim ingin mendengar aspirasi dari para WNA terkait status kewarganegara mereka yang telah tinggal dan menetap di Indonesia.
Dalam pertemuan itu, para WNA ingin menetap di Indonesia. Mereka berharap dapat dijadikan sebagai warga negara Indonesia. Sebab, para WNA ini telah berkeluarga/menikah dengan warga lokal, sudah beranak cucu, dan telah tinggal di Indonesia kurang lebih antara 10 -26 tahun di Indonesia.
Para WNA juga berharap pemerintah Indonesia bisa membantu mereka untuk mewujudkan status kewarganegaraan. Ini agar mereka tidak ketakutan atau cemas dengan masa depan keluarga mereka jika sampai dideportasi.
"Para WNA mengaku mereka yang berdomisili di kota Tual dan kabupaten Maluku Tenggara Kurang lebih 42 orang. Namun saat ini banyak yang sudah keluar dari Kota Tual untuk mencari pekerjaan, sehingga keberadaan mereka saat ini tidak diketahui dan sulit dihubungi," tambahnya.
Atas harapan para WNA, Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Maluku menjelaskan, untuk menaturalisasi WNA menjadi WNI membutuhkan proses dan pentahapan yang tidak mudah. Pihak Keimigrasian dan Polda Maluku meminta WNA lebih kooperatif jika sewaktu waktu diperlukan untuk kepentingan proses lebih lanjut.
"Para WNA juga diingatkan untuk tidak mengikuti Pemilihan Umum karena mereka belum memiliki status kewarganegaraan Indonesia," katanya.
Proses pendataan yang dilakukan adalah langkah awal untuk proses naturalisasi kewarganegaraan. Setelah pendataan Divisi Keimigrasian akan berkoordinasi dengan kedutaan negara asal WNA yakni Tahiland dan Myanmar.
Setelah mendapatkan pengakuan dari negara asal para WNA maka akan diterbitkan Paspor. Dari Paspor kemudian akan diterbitkan ITAS (ijin tinggal terbatas). ITAS kemudian dikonversi menjadi ITAP (Ijin tjnggal Tetap). ITAP kemudian dikonversi menjadi SKIM (Surat Keterangan keimigrasian). Setelah memperoleh SKIM barulah diajukan ke Dirjen AHU (Administrasi dan Hukum) Kementrian Hukum dan Ham RI).
"Selanjutnya baru dilakukan penetapan Status kewarganegaraan," ungkap Kombes Areis.
Pentahapan proses WNA eks ABK ke WNI akan dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan pemerintah pusat yang berkompeten guna kejelasan penetapan status warga negara asing eks ABK menjadi WNI.
"WNA yang ditemukan ini dulunya adalah ABK namun karena ada sebagian yang mengalami kekerasan di atas kapal dan sebagian lagi pada saat terjadi moratorium memutuskan untuk menetap di darat dan tidak kembali lagi ke kapal, sehingga sudah sekian tahun lamanya ada yang sudah menikah dan beranak cucu," pungkasnya.